Bahasa Indonesia itu seperti busa yang dimasukkan ke dalam air. Dia menyerap air banyak sekali dan menjadi basah kuyup karenanya. Tetapi kita tetap dapat membedakan mana yang busa dan mana yang air. Busa itu adalah bahasa Indonesia sedangkan air yang diserapnya adalah bahasa-bahasa lain.
Terkait dengan bahasa-bahasa lain yang diserap oleh "busa bahasa Indonesia" ini, ada yang memahami bahwa bahasa-bahasa lain itu adalah bahasa asing atau bahasa yang berasal dari luar negeri, misalnya bahasa Inggris atau bahasa Belanda. Tentu saja ini tidak benar.
Sebagai bahasa yang benar-benar baru namun telah diakui sebagai bahasa persatuan di dalam UUD 1945, bahasa Indonesia terus berkembang. Salah satu perkembangan ini terjadi melalui penyerapan kosakata dari khasanah-khasanah bahasa lain. Walaupun penyerapan yang paling kentara adalah penyerapan dari bahasa-bahasa asing, namun bahasa Indonesia juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa daerah.
Menurut saya, penyerapan bahasa asing lebih banyak didorong oleh perkembangan produk-produk teknologi yang dibawa masuk ke Indonesia. "Dokar", misalnya, diserap dari kata bahasa Inggris "dogcart", sedangkan "telepon/telpon" diserap dari kata "telephone" dan "bengkel" dari bahasa Belanda "vinkel".
Belakangan ini, muncul gejala untuk mencarikan padanan bagi konsep-konsep yang datang dari luar itu dengan memanfaatkan khasanah bahasa daerah. Misalnya, "the other" dalam wacana-wacana ilmu humaniora dipadankan dengan "liyan" (dari bahasa Jawa), sedangkan "otherness" dengan "keliyanan".
Dengan kian pesatnya perkembangan teknologi, agaknya kita akan melihat munculnya banyak kata baru dalam bahasa Indonesia. Kita sudah melihat "hp" (hape/ponsel/telepon genggam/telepon seluler) dan "tivi" (televisi/TV). Entah apa lagi produk teknologi baru yang akan disebut dengan menyesuaikan nama aslinya dengan pengucapan dan aturan linguistik bahasa Indonesia.
Terkait dengan bahasa-bahasa lain yang diserap oleh "busa bahasa Indonesia" ini, ada yang memahami bahwa bahasa-bahasa lain itu adalah bahasa asing atau bahasa yang berasal dari luar negeri, misalnya bahasa Inggris atau bahasa Belanda. Tentu saja ini tidak benar.
Sebagai bahasa yang benar-benar baru namun telah diakui sebagai bahasa persatuan di dalam UUD 1945, bahasa Indonesia terus berkembang. Salah satu perkembangan ini terjadi melalui penyerapan kosakata dari khasanah-khasanah bahasa lain. Walaupun penyerapan yang paling kentara adalah penyerapan dari bahasa-bahasa asing, namun bahasa Indonesia juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa daerah.
Menurut saya, penyerapan bahasa asing lebih banyak didorong oleh perkembangan produk-produk teknologi yang dibawa masuk ke Indonesia. "Dokar", misalnya, diserap dari kata bahasa Inggris "dogcart", sedangkan "telepon/telpon" diserap dari kata "telephone" dan "bengkel" dari bahasa Belanda "vinkel".
Belakangan ini, muncul gejala untuk mencarikan padanan bagi konsep-konsep yang datang dari luar itu dengan memanfaatkan khasanah bahasa daerah. Misalnya, "the other" dalam wacana-wacana ilmu humaniora dipadankan dengan "liyan" (dari bahasa Jawa), sedangkan "otherness" dengan "keliyanan".
Dengan kian pesatnya perkembangan teknologi, agaknya kita akan melihat munculnya banyak kata baru dalam bahasa Indonesia. Kita sudah melihat "hp" (hape/ponsel/telepon genggam/telepon seluler) dan "tivi" (televisi/TV). Entah apa lagi produk teknologi baru yang akan disebut dengan menyesuaikan nama aslinya dengan pengucapan dan aturan linguistik bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca posting blog ini. Bagaimana tanggapan Anda? Silakan tuliskan di dalam kolom komentar.